Saturday 30 November 2013

Puisi


JAUH LEBIH INDAH

Kau nampak indah dari dua mataku di jarak yang jauh
Hingga aku datang ingin menjemputmu
Aku telah datang tapi yang indah itu yang lain
Yang lain yang jauh lebih jauh lagi
Aku datangi lagi yang lebih jauh itu
Kembali lagi yang indah itu kembali
Hingga aku kembali, kembali disitu
Aku masih belum sadar bahwa keindahan itu memang jauh
Jauh dari kesadaranku
Bahwa di sini jauh lebih indah dari jauhya keindahan.

                                                                                 By: Choer

Sunday 20 October 2013

Kabut pagi





Sering aku menggugat niat kecilku, ketika setiap aku bangun dari tidur, tiada kepedulian yang hadir di hadapan sinar mentari, yang terasa hangat hanya suhu dari badanku berontak, aku berontak karena melihat kehadiran semu, menari-nari tanpa bayangan tanpa ucapan lagu-lagu, seolah menyapa seluruh tubuh, aku merasa banyak bayangan-bayangan berlarian di sekeliling pandanganku yang kosong, mempesona merusak pemikiran, seraya ingin ku rengkuh raga itu dalam kabut mengalir. Ah, aku berhayal terlalu lebih.

Banyak hal baru dalam hidupku sehingga tak sedikit yang sempat ku ingat, meskipun untuk sekedar berhayal, aku sulit memaknainya, seperti kehadiran dirinya......!
-#-
"Aku sudah lupa atau mungkin sengaja kulupakan, pertamakali kau mengajak aku berbaring di hatimu", sebab aku tak  sadar dengan kenikmatnan yang aku rasakan, "terhadap belas dan kasihmu", yang aku ingat hanya sedikit perkataan, hingga akhirnya perkataan itu muncul lagi ketika kita tak saling memperhatikan, ia berkata dengan tersendat-sendat, aku bertanya?, jawabnya,
“saya sedang flu”,
aku tak sadar, dengan mudahnya mempercayai ucapn itu.
*
Dilain pagi aku terbangun dengan merenung, seperti tiada waktu untuk nanti aku utarakan, aku memandang diantara langit dan tumbuhan, disana terlihat asap-asap yang tak begitu jelas, tak bergoyang seperti membeku, aku mencoba berjalan untuk mendekati setip butiran-butiran kecil yang terlihat diam dan lembut, jiwaku terasa ingin menyatu dan terbang perlahan bersama ribuan butir kesejukan, aku berusaha cukup keras, tapi sang mentari menjemput dengan sinarnya, akhirnya aku kembali dimana tempat aku terbangun, kulihat di sekililing tempat tidurku berjajar selimut dan bantal, kuambil handphon ku yang tadi suaranya tidak aku hiraukan, dua panggilan yang tidak sempat terjawab, terlihat ada pesan singkat seperti megajak untuk bertemu, tidak banyak bersiap aku mendatangi amanah  pesan singkat itu.
Tanpa getar dan gelisah aku duduk berjajar bebrapa senti, aku masih diam, memang karankter utamaku pendiam, ia mendahului pembicaran
“Saya sedang tidak flu, tapi kenapa kamu yang sakit gigi?”, ucapan yang terdengar lirih di telinga,
“Apakah diam akan mendatangkan kedamaian” ucapnya lagi,
“tidak, saya juga tidak sedang sakit gigi” jawabku,
“aku takut hal yang sama kita raskan akan tidak sama dengan pendapat orang-orang yang menyayangi kita” tambahku,

Bersambung . . . . . .

Friday 5 July 2013

Taman Itu

Tidak dapat dirasa berawal dari apa, kudapati dia diam-diam datang dan beranggapan seolah teman lama, aku ingat dulu aku masih SMA dan dia masih SMP, ia taruh semua perhatian padaku, dalam pikirku “Aku menganggap kau sahabat”, sahabat yang bisa membangunkan mimpi dalam semua tidurku, kau seret aku keluar dari ruang gelapku, bukan hanya sebuah ruang melainkan sebuah dimensi dimana aku bisa menatap dan yang lain tidak. Kau memberi lebih padaku, bukan sekedar jiawa yan kau berikan bahkan kau berikan semua yang kau miliki untuk aku miliki. Aku ini manusia, jelas nuraniku tak kemana, aku ingin membalas semua , “aku ingin sama sepertimu”. Tapi apa yang aku punya, aku hanya punya sesosok jiwa yang penuh kerapuhan, bahkan embun pun mampu meluluhkan. Sedangkan kau!, kau pemilik jiwa yang tanguh!, ya..!!, tangguh melawan ombak dalam sela-sela karang perasaan.
Ini balasanku, se-onggok kumpulan jiwa yang telah rapuh, dengan penuh kasih kau ambil serpihan demi serpihan, lalu kau bungkus dengan lembaran kelopak bunga, kau lempar jauh ke-tengah telaga, harapmu itu akan menjadi abadi.
Aku menyangkanmu dan kau mengkasihiku, aku merasa sudah jiwa ini pulih dari kerapuhan, saat kau megajarkan kasih dan sayang, dan kau arahkah aku dalam sebuah tujuah hidup yang bersemi dan indah, yang selalu disinari mentari-mentari keceriaan, untuk terus semanagat dalam menjalani kehidupan, “aku merasa bahagia bersamamu”, Dalam fikirku.
#
Tak tarasa aku telah begitu dalam melamun, eh bukan lamunan!, mungkin aku terlalu memikirkan
 "Apa mungkin aku tak merasakan detak jantungmu",tanyaku kaget saat dia menutup mataku dari belakang, belum juga tanganya yang lembut itu ia lepaskan, "Aku bawakan sesuatu untukmu" suara itu terdengar begitu lembut, "apa...?" tanyaku, tangan lembu itu perlahan terlepas.
Di sebuah taman dengan penuh kedamayan. Kebeningan dan kelembutan udara mengiringi kehadiranya, kupu-pupu bermain lepas di selebar taman, langit tampak indah dengan lukisan awan, terbentang dan tertata dengan rapi, bunga-bunga berdiri berjajar seakan menatap penuh iba. Seperti biasa persembahan senyum yang anggun itu selalu mengawali kebersamaan, wajahnya menerjemah setiap sudut keningku, bibir merah merona itu berucap, “Ambilah buku ini, tulislah setiap detik jangkah hidupmu, agar terwujud impianmu”, dengan sedikit pertanyaan dalam hati yang tak mau keluar, ku ambil buku itu dari dekapnya,
Mentari perlahan merayap, aku malu memandang senyumya, indah, anggun, cantik dan elok bermuara pada wajahnya, ia duduk bersandar bahu, aku peluk tubuhnya, terdengar bisikikan kecil dari dalam hatinya, seakan menginginkan keabadian pelukan ini, ku dekap lebih erat tubuhnya, dia terdiam seperti bayi yang tertidur dalam gendongan ibunya, perlahan ku lepas dekapanku, aliran darahnya seakan menghalangi untuk terlepas, saat bola matanya terbuka, ia hirup nafa panjang, senyum kembali mengalir merdu di bibirnya, ia berdiri dan mengajaku beranjak dari tempat itu, di deretan tumbuhan bunga yang tersusun indah nan rapi,ia remas jemariku, menelusuri setiap sudut taman, terlihat ia sangat menikmati setiap jangkah lembutnya dengan senyuman.
Daun-daun beterbangan tertiup angin, menyusun setiap peristiwa yang tercecer tadi siang, cahaya kuning beubah menjadi merah kehitam-hitaman, burung beterbangan tak begitu riang menuju sarang, menanti untuk melewati sang malam. Aku mulai membuka dan merangkai catatan kisah kedalam buku yang ia berikan tadi siang, ku buka lembaran yang masih kosong, ku temukan lembaran kecil yang terselip di bagian belakang, tertulis “Jika kau merindukanku datanglah ke tempat yang kau anggap paling indah”.